Trenggalek – Kantor Kementerian Agama (Kemenag Trenggalek) mengusulkan pencabutan Izin Operasional Pondok Pesantren (IZOP) milik pelaku pencabulan santriwati, Masduki. Pengajuan dilakukan pascapengadilan menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara kepada dua pengasuh.
Kepala Kantor Kemenag Trenggalek Mohammad Nur Ibadi, mengatakan putusan pengadilan tersebut menjadi dasar lembaganya untuk mengusulkan pencabutan IZOP.
Menurutnya tindakan yang dilakukan Masduki dan anaknya Mohammad Faisol Subhan Hadi telah mencederai dunia pendidikan pesantren sehingga yang bersangkutan dinilai tidak layak lagi mengelola lembaga pesantren.
“Kami akan minta Kementerian Agam untuk mengkaji ulang izinnya, dengan usulan agar dilakukan pencabutan IZOP-nya. Saat ini kami masih menunggu salinan putusan,” kata M Nur Ibadi, Selasa (1/10/2024).
Dijelaskan upaya pengajuan pencabutan izin operasional tersebut dilakukan karena dalam IZOP yang dikeluarkan Kemenag Trenggalek terdapat nama Masduki sebagai pengasuh dan penanggung jawab pondok pesantren.
Sedangkan Masduki saat ini telah dijatuhi hukuman 9 tahun penjara akibat kasus pencabulan terhadap santriwati.
“Ini mempengaruhi syarat arkanul mahad (rukun pesantren), sebagai syarat pendirian pondok pesantren,” jelasnya.
Kondisi Yayasan Ponpes Menurt Kemenag Trenggalek
Sementara itu terkait keberadaan yayasan yang menaungi pondok pesantren tersebut bukan menjadi domain dari Kementerian Agama. Sebab di lingkungan pondok pesantren tersebut juga terdapat lembaga sekolah formal.
Kepala Kemenag Trenggalek, Nur Ibadi menambahkan, dari informasi yang dihimpun, para santri yang sebelumnya bermukim di pesantren milik Masduki telah keluar.
“Nah jika nanti ingin kembali mengaktifkan operasional pondok pesantren, maka harus mengajukan izin kembali, dengan penanggung jawab atau kiai yang berbeda,” jelasnya.
Namun izin tersebut harus melalui serangkaian verifikasi dari Kementerian Agama. Jika tidak mampu memenuhi arkanul mahad, maka izin tidak akan dikeluarkan.
Sebelumnya, Masduki dan Muhammad Faisol Subhan Hadi, bapak dan anak pengasuh salah satu pondok pesantren di Desa/Kecamatan Karangan, Trenggalek divonis 9 tahun penjara karena terbukti melakukan pencabulan terhadap santriwati.
Aksi cabul dilakukan di ruang tamu, kamar dan dapur rumah pelaku. Para korban tidak berani melawan karena pelaku merupakan tokoh agama dan pimpinan pesantren. Jumlah korban dalam kasus ini diperkirakan lebih dari satu orang.
Setelah divonis 9 tahun penjara, kedua terdakwa akan kembali diajukan ke pengadilan dengan korban yang lain.