Watulimo – Sebagai bagian dari upaya mewujudkan visi Net Zero Carbon, pegawai di lingkup Sekretariat Daerah (Setda) Trenggalek melaksanakan aksi nyata dalam bentuk penanaman bibit pohon mangrove di Pancer Cengkrong, pada Jumat, 7 Februari 2025.
Sebanyak 750 bibit pohon mangrove disiapkan untuk ditanam di Desa Karanggandu, Kecamatan Watulimo, yang merupakan bagian dari inisiatif pelestarian hutan mangrove di kawasan tersebut.
Hutan mangrove dipilih karena kemampuannya yang luar biasa dalam menyerap dan menyimpan karbon dioksida (CO2) dari udara.
Menurut Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Trenggalek, Ir. Mulyahandaka, mangrove tidak hanya berfungsi sebagai pengendali perubahan iklim, tetapi juga memiliki potensi besar untuk memperbaiki kualitas lingkungan.
Mangrove sangat efektif dalam menyimpan karbon, bahkan lima kali lebih banyak daripada hutan dataran tinggi tropis.
Selain itu, mangrove juga berfungsi sebagai penyaring polutan dari air dan membantu mengurangi erosi tanah, jelasnya.
Sejarah dan pentingnya keberadaan hutan mangrove di Pancer Cengkrong memiliki nilai yang sangat mendalam.
Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) setempat, Imam Saefudin, mengungkapkan bahwa kawasan mangrove ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.
Namun kerusakan hutan mangrove terjadi pada tahun 2002-2003.
Saat itu, banyak masyarakat yang menebang mangrove untuk bertahan hidup, karena kurangnya pengaturan dan kesadaran tentang pentingnya kelestarian hutan tersebut.
Akibatnya, ekosistem yang bergantung pada mangrove, seperti kepiting, kerang, dan biota laut lainnya, hampir punah.
Namun, kesadaran masyarakat mulai tumbuh kembali.
Setelah tahun 2024, dampak dari kerusakan mangrove mulai dirasakan, dengan hilangnya potensi ekosistem yang ada di bawah hutan mangrove.
Untuk itu, Pokmaswas yang dibentuk dengan bantuan Dinas Perikanan dan Kelautan berperan penting dalam melestarikan kembali hutan mangrove dan mengawasi kegiatan yang dapat merusak kawasan tersebut.
Penanaman 750 bibit mangrove jenis Rizophora di Pancer Cengkrong merupakan langkah konkret dalam pemulihan ekosistem ini.
Mangrove Rizophora dikenal memiliki akar yang kuat, mampu menahan banjir dan abrasi, serta bertindak sebagai filter sampah yang terbawa oleh air banjir.
Keberadaan hutan mangrove yang sehat memberikan dampak positif, tidak hanya bagi kelestarian alam tetapi juga bagi ekonomi masyarakat sekitar.
Selain menjaga keberagaman hayati, hutan mangrove di Trenggalek memiliki potensi ekonomi yang besar.
Masyarakat setempat telah memanfaatkan mangrove sebagai bahan baku produk olahan seperti sirup, dodol, dan selai.
Buah dari mangrove Sonneratia caseolaris, yang dikenal dengan nama “Bogem,” memiliki aroma khas yang dapat diolah menjadi produk-produk bernilai jual tinggi.
Hutan mangrove di kawasan Pantai Cengkrong ini memiliki luas lebih dari 100 hektare dan merupakan salah satu ekosistem mangrove yang paling lengkap di Jawa Timur.
Tidak hanya itu, potensi untuk memperluas kawasan hutan mangrove di Trenggalek masih terbuka lebar, terutama di Kecamatan Munjungan dan Panggul, yang juga memiliki kawasan mangrove yang sangat potensial.
Keberlanjutan hutan mangrove ini menjadi salah satu fokus utama Pokmaswas, yang terus melakukan upaya pembibitan dan pelestarian berbagai jenis mangrove.
Melalui kolaborasi antara masyarakat, pemerintah daerah, dan instansi terkait, Trenggalek berkomitmen untuk menjaga keberagaman hayati dan memperkuat ketahanan ekosistem.
Guna mendukung program Net Zero Carbon yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon di dunia.
Upaya ini bukan hanya untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk masa depan bumi yang lebih hijau dan berkelanjutan