Komisi III DPRD Trenggalek Kritik Proses Lelang Pengadaan Barang Dan Jasa

TRENGGALEK – Kalangan legislator merasa miris dengan kinerja eksekutif yang meloloskan penawaran penyedia jasa pada paket pekerjaan hingga di bawah 80 persen atau tidak wajar.

Menurut mereka, penawaran yang rendah mengindikasikan pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai kualitas.

“Hanya sisi administrasi yang dilihat, tidak eksisting langsung di bawah. Faktanya, dalam LHP BPK, ada paket pekerjaan yang wajib mengembalikan lebih bayar karena tidak sesuai kualitas dan volume,” kata Ketua Komisi III DPRD Trenggalek Pranoto.

Pranoto menilai, kondisi itu bisa muncul karena adanya indikasi ketidakseriusan organisasi perangkat daerah (OPD) dalam menjalankan tugas.

Apalagi, lanjut dia, ketika Bappedalitbang dan Bakeuda mengeklaim sudah maksimal dari tataran perencanaan maupun penganggaran, tapi pada tataran teknis belum maksimal.

“Utamanya pada pengadaan barang dan jasa (PBJ). Logikanya, menawar paket hingga 38 persen itu akan menyulitkan proses pelaksanaan dan pengawasan,” jelasnya.

Namun begitu, disinggung terkait proyek yang bersangkutan, Pranoto mengaku belum memegang data yang valid dari bagian PBJ. Karena itu, pihaknya enggan untuk menjelaskan lebih lanjut.

“Tadi cuma disampaikan sekilas dan kita tidak dikasih data. Namun, pada pembahasan lebih lanjut, kita bahas dengan data yang lengkap,” ujarnya.

Sementara itu, Kabag PBJ Sekretariat Daerah (Setda) Trenggalek Suprihadi mengaku tidak mengetahui pasti terkait penawaran paket pekerjaan pada 2021 secara utuh. Alasannya, dia belum bertugas di bagian PBJ Setda.

Menurutnya, tahun lalu ada 122 paket pekerjaan, dua di antaranya gagal tender karena keterlambatan pelimpahan berkas OPD ke ULP, yakni sekitar April-Mei.

“Proses tender memerlukan waktu setidaknya sebulan, sementara pelaksanaan pekerjaan paling lambat Agustus. Akhirnya, dua paket pekerjaan dari disdikpora gagal tender,” tegasnya.

Lebih lanjut, mayoritas 120 paket pekerjaan yang tersisa itu dimenangkan oleh rekanan yang memasang penawaran rendah.

Di sisi lain, dalam Perpres 2021, batas penawaran wajar yakni 20 persen sehingga menyisakan 80 persen dari total HPS. Apabila penawaran sampai di bawah batas itu, maka diwajibkan untuk rekanan klarifikasi pekerjaan.

“Pada prinsipnya, tidak ada aturan tentang batas minimal pekerjaan, cuma rata-rata pemenang tender 2021 mayoritas yang menawar 30 persen, sedangkan yang menawar 38 persen itu belum saya cek ,” ucapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed